Egoisme, Arogansi, Hingga Keserakahan Masih Sukar Untuk Dikurbankan. Cukup Sapi Dan Kambing Yang Dikurbankan. Jangan Pula Demokrasi Di Negeri Ini
Sapi limosin bapak presiden telah disembelih, dagingnya dibagikan untuk rakyatnya. Dibelahan samudra nan jauh sana, mobil listrik limosin dikenalkan menjadi kendaraan dinas kepresidenan. Sama – sama limosin, tetapi opini ini tidak membahas mengenai limosin. Melainkan makna berkurban di negara yang (katanya) demokrasi.
Ratusan ekor kambing, puluhan ekor sapi, diserahkan oleh para pejabat negara atas dasar berkurban. Mengundang awak media hingga memproduksi konten saat menyerahkan hawan kurban, merupakan fenomana yang lazim di Indonesia. Secara implisit berkurban merupakan bukti dari sikap kedermawanan. Namun menyembelih sapi atau kambing hanya mediator saja.
Fluktuatifnya peran dan fungsi demokrasi di Indonesia, semakin dikebiri dan hambar rasanya. Politikus ulung yang sedang menjabat sebagai pimpinan di lembaga strategis. Dengan bangga menjadikan dirinya sebagai sosok jagal. Dimana si jagal tersebut, dengan girangnya menggorok demokrasi. Mereka memiliki pisau sangat tajam. Sekali tebas dapat memutus nadi demokrasi. Pisau tersebut didapat (diberi) dari komplotan elit (oligarki), yang menentukan arah pikiran dan tindakan politikus tersebut.
Jika demokrasi benar – benar dikorbankan. Maka “Vox Populi, Vox Dei” hanya pepatah kuno yang tenggalam dibanjiri darah demokrasi. Nyatanya demokrasi saat ini sekarat, ketika disembelih dengan kejihnya oleh jagal oligarki. Namun sebagai rakyat yang otpimis dan kritis, demokrasi dapat dipulihkan. Refleksi momen Idul Adha menjadi landasannya. Meritokrasi harus secara masif dioptimalkan, bahkan dalam kelembagaan sekecil apapun.
Esensi Idul Adha adalah pembelajaran. Berkurban bukan hanya sebarapa banyak ekor sapi atau kambing yang disembelih. Melainkan seberapa besar rasa ikhlas, jika harta dan jabatan harus dikembalikan kepada sang pencipta. Jika esensi berkurban benar – benar menjadi refleksi, maka demokrasi tidak perlu dikurbankan atau menjadi korban.
Rupanya menyantap sate dan gulai, sengat cocok sembari menonton berita kondisi terkini negeri ini. Kolestrol dan darah tinggi semakin memuncak. Bukan karena hidangannya, melainkan berita yang disajikan. Tentang hilirisasi tambang yang akan menjarah keindahan alam.
