Hubungan bilateral antar negara, tidak luput dengan kerjasama bidang ekonomi. Keberlangsungan ekonomi negara akan melasat, jika iklim bisnis terus tumbuh dalam ekosistem yang terpadu. Ekspor – Impor menjadi hibungan diplomatik dalam rana ekonomi. Kedua negara yang saling berhubungan, dapat menyuplai kebutuhan ataupun pendistribusian komoditas. Pastinya tarif ekspor-impor menjadi dilematis, ketika satu diantara negara merasa kebaratan dalam penentuan tarifnya.

Indonesia menjadi negara ASEAN perdana, yang berhasil menawar dalam penurunan tarif impor Amerika. Dari 32% menjadi landai 19%, tentunya hal ini menjadi daya tawar yang patut diapresasi untuk Prabowo Subianto. Walaupun Donald Trump dengan gamblang, mengoceh bahwa dibalik penurunan tersebut. Diselipkan beberapa poin yang terasa berat harus disetujui.
Dalam uraian ini, kita tidak membahas mengenai poin – poin (jebakan) yang bersifat bom waktu tersebut. Poin pembahasannya, ternayata dibalik penurunan tarif impor Indonesia – As ternyata tidak berlaku untuk Gibson. Bagi gitaris ataupun penjual gitar hal ini merupakan anomali, bahwa penurunan tarif impor seharusnya menjadi peluang. Namun gitaris ataupun penjual gitar tidak perlu terburu – buru memborong gitar pabrikan AS. Nyatanya Gibson (komoditas alat musik) tidak termasuk dalam daftar produk tarif impor 19%.
Gibson yang memiliki markas di Nashville, Tennessee, menjadi bagian dari perusahaan AS yang menggugat Trump mengai tarif. Pasalnya Ephiphone yang merupakan produk unggulan Gibson, diproduksi di Qingdao, Tiongkok. Kenyataan saat ini, Trump sedang melakukan perang tarif dengan negeri tirai bambu. Dengan hal ini Gibson menjadi satu diantara perusahaan AS yang dirugikan atas kebijakan Trump.

