Amerika Menuduh Tingkok Atas “Aksi Perampokan”, Sebaliknya Tiongkok Menyebut Amerika Sebagi “Tindakan Intimidatif dan Pemerasan”
Semakin dirundung, semakin optimis. Itu lah Donald Trump. Ekonomi dunia dibuatnya gonjang-ganjing. Kebijkannya dinilai negatif oleh Wall Street. Para taipan mulai geram, triliyunan lenyap. Apalagi para ekonom, menilai kebijakan Trump disusun sangat politis. Tetap dengan santai, Trump menjalankan rutinitasnya bermain golf. Pertanda ia tidak panik, tetap yakin dengan keputusannya. Tidak ada ruang dalam pikiran Trump tentang belas kasih, dalam mencapai kesepakatan politik-ekonomi. Intinya, Amerika harus pulih dari keterpurukan (menurutnya). Amerika harus kembali menjadi negara yang tak tertandingi. Sudah seharusnya Amerika membatasi dominasi Tiongkok, Trump memahami itu.
Bisa disebut sebuah prank. Atau April Mop. Memang saat ini bulan April, Trump memberikan jeda 90 hari atas berlakunya tarif impor tinggi. Tak terkecuali Indonesia. Khusus Tiongkok, Trump tetap mematok tarif, bahkan menambahkan nilainya. Cukup fantastis 125%, dari 104% setelah Tingkok mengumumkan tarif balasan.
Tiongkok saat ini, bukan pada era Mao. Pasca lunturnya sistem komonisme absolut, Tiongkok mulai membuka tirai bambunya. Tepat sekali, untuk menyesuaikan hadirnya globalisasi. Hampir separuh abad, Tingkok sudah lihai dalam menaklukkan globalisasi. Pasar bebas sudah dikuasainya. Dengan begitu Jinping, tidak gentar hadapi ancaman Trump. Tarif impor balasan, atau dalam bahasa beken saat ini tarif resiprokal. Saling berbalas tarif impor, itu lah fenomena perang dagang dunia saat ini. Kabar terakhir, Beijing juga mengumumkan jumlah tarif impor yang sama, 125% terhadap barang – barang Amerika. Kemelut tarif impor resiprokal, menjadi tajuk di seluruh media global. Buntutnya melesuhkan ekonomi dunia, terutama negara – negara berkembang.
Seharusnya Amerika-Tiongkok, dapat menemukan kesepakatan yang solutif. Untuk saat ini, (mungkin) bisa saja mereka belum menemukan bentuk komunikasi yang tepat. Seharunysa penentuan kesepakatan ini, bisa diselesaikan diatas meja makan. Menu kalkun panggang bumbu kung pao, rupanya menjadi hidangan yang cocok disantap bersama sebelum melakukan perundingan. Alhasil ekspor kalkun Amerika untuk Tiongkok, terbebas dari tarif impor. Begitu juga komoditas bahan untuk bumbu Kung Pao, lolos dari tarif impor negeri paman sam.
